Rabu, 03 Desember 2014

Penyuluhan Ke Kelompok Tani 'Tani Sari'

Penyuluhan Ke Kelompok Tani 'Tani Sari' 

Berikut dokumentasi pada saat praktikan DPKP kelompok 6 golongan B4 melakukan latihan penyuluhan ke kelompok tani 'Tani Sari' di Godean, Sleman, Yogyakarta. 







Photo by : Yahya Shafiyuddin Hilmi/13313

Sabtu, 08 November 2014

Vertikultur Untuk Budidaya Sayuran

Sesuai  dengan  asal  katanya  dari  bahasa  Inggris,  yaitu  vertical  dan  culture, maka vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat,  baik  indoor  maupun  outdoor.  Sistem  budidaya  pertanian  secara  vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan  lahan  terbatas.  Misalnya,  lahan  1  meter mungkin  hanya  bisa  untuk menanam  5 batang  tanaman,  dengan  sistem  vertikal  bisa  untuk  20  batang  tanaman.  Vertikultur tidak hanya sekadar kebun vertikal, namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan  khasanah  biodiversitas  di  pekarangan  yang  sempit  sekalipun.  Struktur vertikal,  memudahkan  pengguna  membuat  dan  memeliharanya.  Pertanian  vertikultur tidak  hanya sebagai  sumber  pangan  tetapi  juga  menciptakan  suasana   alami  yang menyenangkan.
Teknik Vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan menempatkan media tanam dalam wadah-wadah yang disusun secara vertical, atau dapat dikatakan bahwa vertikultur merupakan upaya pemanfaatan ruang ke arah vertical. Dengan demikian penanaman dengan system vertikultur dapat dijadikan alternative bagi masyarakat yang tinggal di kota, yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak ada lahan yang tersisa untuk budidaya tanaman.
Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan biasanya adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek atau tanaman semusim khususnya sayuran (seperti seledri, caisism, pack-choy, baby kalian, dan selada), dan memiliki system perakaran yang tidak terlalu luas.

Keunggulan Teknik Vertikultur :
1. Hemat lahan dan air
2. Mendukung pertanian organik 3. Wadah media tanam disesuaikan dengan kondisi setempat 4. Umur tanaman relative pendek 5. Pemeliharaan tanaman relative sederhana 6. Dapat dilakukan oleh siapa saja yang berminat.
Jl. Panglima Batur Barat No.4, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70711, Indonesia
Telp. (0511) 4772346   Fax. (0511) 4781810   e-mail: bptpkalsel@yahoo.com

Pengertian Teknik Vertikultur
Vertikultur diambil dari istilah verticulture dalam bahasa lnggris (vertical dan culture) artinya sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Cara bercocok tanam secara vertikultur ini sebenarnya sama saja dengan bercocok tanam di kebun atau di sawah. Perbedaannya terletak pada lahan yang digunakan. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman. Dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.
Banyak sedikitnya tanaman yang akan kita budidayakan bergantung pada model wadah yang kita gunakan.

Langkah – langkah Pengerjaan Budidaya Tanaman secara Vertikultur :
·         Memperhatikan kondisi lahan yang akan digunakan untuk budidaya tanaman (luas lahan)
·         Penyiapan wadah media tanam sesuai dengan kondisi yang ada (dapat berupa bambu, pipa paralon/PVC, talang air, pot plastic, kaleng bekas, polybag, plastik kresek, dll)
·         Pembuatan bangunan vertikultur
·         Penyiapan media tumbuh tanaman (pupuk organic + tanah)
·         Pemilihan jenis tanaman yang akan dibudidayakan, tergantung kepada besar tajuk tanaman, kebutuhan sinar matahari, dan wadah yang dipilih sebagai tempat penanaman. Ke-3 faktor ini harus diperhitungkan jika dalam satu unit bangunan vertikultur dibudidayakan beberapa jenis tanaman sekaligus.
·         Budidaya tanaman (Persemaian, Pembibitan, Pemeliharaan, Panen dan Pasca Panen)



Model,  bahan,  ukuran,  wadah  vertikultur  sangat  banyak, tinggal  disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Pada umumnya adalah berbentuk persegi panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa undak -undakan atau sejumlah rak.  Bahan  dapat  berupa  bambu  atau  pipa  paralon, kaleng  bekas,  bahkan  lembaran karung beras pun bisa, karena salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita.
Persyaratan  vertikultur  adalah  kuat  dan mudah  dipindah-pindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya  disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur  pendek, dan berakar pendek. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara lain  selada, kangkung, bayam, pakcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat, pare, kacang panjang, mentimun  dan tanaman sayuran daun lainnya.
Untuk  tujuan  komersial,  pengembangan  vertikultur  ini  perlu  dipertimbangkan aspek ekonomisnya agar biaya produksi jangan sampai melebihi pendapatan dari hasil penjualan tanaman. Sedangkan untuk hobiis, vertikultur dapat dijadikan sebagai media kreativitas dan memperoleh panenan yang sehat dan berkualitas.
Sumber: Liferdi Lukman (Balai Penelitian Sayuran, Lembang)
Hak Cipta © 2011-2014 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan 



Oleh : Maria Kissadona (13486) , Golongan B4



Jumat, 07 November 2014

Bercocok Tanam dengan Hidroponik, Why Not?



Bercocok Tanam dengan Hidroponik, Why Not?
  

Bertanam dengan sistem hidroponik, dalam dunia pertanian bukan merupakan hal yang baru. Namun demikian hingga kini masih banyak masyarakat yang belum tahu dengan jelas bagaimana cara melakukan dan apa keuntungannya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dipaparkan secara ringkas dan praktis bertanam dengan cara hidroponik. Dalam kajian bahasa, hidroponik berasal dari kata hydro yang berarti air dan ponos yang berarti kerja. Jadi, hidroponik memiliki pengertian secara bebas teknik bercocok tanam dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman, atau dalam pengertian sehari-hari bercocok tanam tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman. 
Dimanapun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila nutrisi (hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut unsur hara (nutrisi), untuk kemudian bisa diserap tanamanan. Dari pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan hidroponik, dimana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (hara) sebagaimana yang telah disampaikan dimuka.
Berkebun secara hidroponik (hydroponic) memungkinkan Anda menanam sayuran atau tanaman hias di halaman bahkan di dalam rumah. Sesuai namanya, hidroponik adalah cara bertanam menggunakan media air sehingga tidak memerlukan tanah atau area yang luas. Secara sederhana, hidroponik adalah metode budidaya tanaman dengan menggunakan air yang diperkaya dengan nutrisi, bukan tanah. Hal ini membuat parameter seperti nutrisi, pengendalian hama, dan  pencahayaan lebih mudah dikelola. Hidroponik tidak memerlukan pemakaian herbisida dan pestisida beracun sehingga lebih ramah lingkungan dan sayuran yang dihasilkan pun akan lebih sehat.
Bertanam dengan hidroponik akan menghasilkan tanaman berkualitas baik dan bebas kimia. Ada banyak cara untuk berkebun hidroponik. Kultur air atau dikenal pula sebagai nutriculture atau aquaculture  adalah metode hidroponik dengan merendam akar tanaman dalam campuran kompleks nutrisi. Ada pula yang dikenal sebagai kultur agregat. Ini adalah cara bertanam dengan menggunakan pasir, kerikil atau kelereng untuk tempat tanaman tumbuh. Dengan cara ini, media agregat akan memerangkap nutrisi yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat diserap akar.
Dalam sistem hidroponik kontinyu, larutan air yang telah diperkaya nutrisi dialirkan ke akar tanaman menggunakan pompa.  Untuk pertanian skala besar, ini adalah jenis hidroponik yang banyak digunakan.
Untuk menjaga tanaman sehat, beberapa media digunakan untuk mendukung pertumbuhan tanaman serta memfasilitasi distribusi dan penyerapan nutrisi oleh akar. Biasanya, bahan berpori digunakan karena sifatnya yang dapat menahan air.
Keuntungan lain dari berkebun hidroponik adalah bahwa segala parameter untuk budidaya tanaman lebih mudah dikelola dan dikendalikan. Beberapa parameter yang penting antara lain, cahaya, suhu, dan air. Hidroponik dapat dilakukan di dalam dan di luar ruangan. Hidroponik indoor menggunakan sistem pencahayaan khusus  untuk menggantikan ketiadaan sinar matahari. Dengan bertanam hidroponik di dalam ruangan, kelembaban menjadi lebih terkontrol, sehingga membuat  masalah bakteri lebih jarang muncul. Hidroponik bisa mengurangi kerepotan yang umum timbul saat Anda berkebun secara konvensional seperti keharusan menyiangi gulma dan pengendalian hama.

Sumber : 
 
Yahya Shafiyuddin Hilmi
13313 / B4 / Kelompok 6

Penyuluh Petanian vs Pertanian Berkelanjutan

Penyuluh Petanian vs Pertanian Berkelanjutan

Oleh: Ir. Musa N.H. Djari, M.Si - Seorang Penyuluh Pertanian yang tulisannya dimuat di web litbang pertanian


Kegiatan pembangunan apapun yang dilaksanakan, pada hakekatnya bertujuan untuk
selalu terus-menerus memperbaiki kualitas hidup dan kesejahteraan manusia secara
individu atau masyarakat pada umumnya.
Pembangunan pertanian pada era reformasi mengalami perubahan paradigma dari
paradigma lama yang lebih berorientasi kepada upaya-upaya peningkatan produksi
pertanian, kepada paradigma baru yang lebih berorientasi kepada peningkatan
pendapatan dengan menerapkan sistem agribisnis. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
dalam pembangunan pertanian mempunyai mandat untuk menyelenggarakan
pendidikan non formal bagi petani – nelayan, keluarga tani dan masyarakat luas
khususnya di pedesaan.
Menurut Reijntjes,et.al (2003) bahwa penelitian konvensional secara ilmiah dan
kegiatan penyuluhan di daerah tropis telah terfokus pada pertanian ”moderen” dengan
tingkat penggunaan input luar yang tinggi, misalnya agrokimiawi, benih hibrida,
mekanisasi dengan penggunaan bahan bakar. Tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan produksi komoditas tertentu, misalnya padi, jagung dan gandum.
Kegiatan penelitian dan penyuluhan ini telah memberikan kontribusi pada peningkatan
produksi pangan dunia dan kadang-kadang memperburuk situasi lahan marjinal,
sementara budidaya pertanian dan peternakan dengan model intensif meluas hingga ke
lahan yang lebih baik. Pada saat ini, dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial
karena pertanian yang berteknologi tinggi membuat banyak komoditas petani kecil
yang terpinggirkan karena kalah kualitas dan kuantitas sehingga mereka terpaksa
mengeksploitasi sumberdaya alam yang tersedia secara sangat intensif sehingga terjadi
degradasi lingkungan.
Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya alam untuk usaha pertanian
guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam (Reijntjes,et.al,
2003). Dengan demikian peningkatan produksi pertanian dengan menggunakan input
luar yang melebihi daya dukung lingkungan, akan sangat mempengaruhi ekosistem di
bumi flobamora sehingga akan mengalami degradasi, sekaligus berdampak pada
berkurangnya ketersediaan lahan pertanian potensial yang dapat diolah oleh generasi
yang akan datang.
Pola usah tani tebas bakar pindah ladang hampir terjadi di semua tempat di pelosok
NTT yang biasanya dilakukan mulai bulan Agustus – November dan berlangsung
secara turun temurun, sehingga tidak menutup kemungkinan seorang Kepala Keluarga
(KK) tani memiliki lahan usaha tani (kebun) 2 – 3 bidang dengan luas lahan yang
bervariasi 0,2 – 0,5 Ha, yang terletak pada punggung bukit atau lereng-lereng yang
secara agronomis lahan tersebut tidak layak untuk diolah. Pembukaan lahan dengan
penebangan habis dilanjutkan dengan pembakaran lahan, merupakn prosedur tetap
(protap) dari setiap petani sehinga sangat sulit untuk dibatasi bahkan dihentikan.


Setelah 2 – 3 tahun diolah, maka dengan sendirinya petani akan berpindah lagi pada
lahan yang baru dengan pola pengolahan yang sama. Perilaku ini secara bertahap
mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, terjadi degradasi lahan, berkurangnya
keanekaragaman hayati, berkurangnya luas kawasan hutan dan terjadinya longsor,
rusaknya sumber-sumber air serta kerusakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS).
Penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan luar sekolah (orang dewasa) guna
menumbuhkembangkan kemampuan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) petaninelayan
sehingga secara mandiri mereka dapat mengelola unit usaha taninya lebih baik
dan menguntungkan sehingga dapat memperbaiki pola hidup yang lebih layak dan
sejahtera bagi keluarganya. Kegiatan penyuluhan pertanian sebagai proses belajar bagi
petani – nelayan melalui pendekatan kelompok dan diarahkan untuk terwujudnya
kemampuan kerja sama yang lebih efektif sehingga mampu menerapkan inovasi,
mengatasi berbagai resiko kegagalan usaha, menerapkan skala usaha yang ekonomis
untuk memperoleh pendapatan yang layak dan sadar akan peranan serta tanggung
jawabnya sebagai pelaku pembangunan, khususnya pembangunan pertanian (Djari, dkk,
2002).
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses kapasitasi atau pengembangan sumber
daya manusia. Dengan kapasitasi maka seseorang akan memiliki kekuatan (daya) atau
kewenangan yang diakui secara legal sehingga orang tersebut tidak termarjinalisasi.
Dengan kapasitasi seseorang dapat memiliki kemandirian, menghilangkan sikap
ketergantungan, menghilangkan perasaan terpinggirkan, menumbuhkan sikap proaktif,
dinamis, terbuka dan bertanggung jawab dalam mengatasi semua masalah dan
menjawab semua tantangan dalam mencapai kemajuan (Soedijanto, 2003). Sumber
daya manusia petani dan masyarakat pelaku agribisnis di pedesaan adalah pilar pokok
pembangunan pertanian di NTT. Tanpa adanya sumber daya manusia petani dan
masyarakat agribisnis di pedesaan maka pembangunan pertanian di pedesaan yang
intinya adalah pengembangan sistem dan usahs agribisnis yang berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi tidak akan dapat diwujudkan.
Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan
Kehadiran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan peranan penyuluh pertanian di
tengah-tengah masyarakat tani di desa masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada
secara intensif demi tercapainya peningkatan produktifitas dan pendapatan atau
tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi. Memberdayakan petani –
nelayan dan keluarganya melalui penyelenggaraan penyuluh pertanian, bertujuan untuk
mencapai petani – nelayan yang tangguh sebagai salah satu komponen untuk
membangun pertanian yang maju, efisien dan tangguh sehingga terwujudnya
masyarakat sejahtera (Djari, 2001). Menurut Van Den Ban, et.al (2003) Penyuluhan
secara sistematis adalah suatu proses yang (1). Membantu petani menganalisis situasi
yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan; (2). Membantu petani
menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut; (3).
Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah,
serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani; (4).
Membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara
pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka
mempunyai berbagai alternatif tindakan; (5). Membantu petani memutuskan pilihan
tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal; (6). Meningkatkan motivasi petani
untuk dapat menerapkan pilihannya ; dan (7). Membantu petani untuk mengevaluasi
dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil
keputusan.
Sistem penyuluhan pertanian di dalam otonomi daerah adalah sistem penyuluhan
pertanian yang digerakkan oleh petani dengan demikian petani harus dimampukan,
diberdayakan, sehingga petani memiliki keahlian-keahlian yang dapat menyumbangkan
kegiatannya ke arah usahatani yang moderen dan mampu bersaing, mampu menjalin
jaringan kerja sama diantara sesama petani maupun dengan kelembagaan sumber
ilmu/teknologi, serta mata rantai agribisnis yang peluangnya tersedia. Jadi pada
akhirnya petani akan menyelenggarakan sendiri kegiatan penyuluhan pertanian, dari
petani, oleh petani dan untuk petani (konsep Penyuluh Swakarsa).
Ada kecenderungan petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang
memadai untuk dapat memahami permasalahn mereka, memikirkan permasalahannya,
atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka.
Ada kemungkinan pengetahuan mereka berdasarkan kepada informasi yang keliru
karena kurangnya pengalaman, pendidikan, atau faktor budaya lainnya. Terbatasnya
pengetahuan, sikap dan keterampilan petani, sangat berpengaruh terhadap kemampuan
untuk berusaha tani yang lebih baiksehingga kualitas, kuantitas produksi pertanian
berkurang dan tidak berorientasi agribisnis. Hal ini ditandai dengan rendahnya
produktifitas komoditas pertanian sehingga belum mencukupi ketersediaan dan
keamanan pangan, padahal berdasarkan hasil analisis beberapa sifat kimia tanah yang
dilakukan oleh BPTP Naibonat, tanah di NTT mengandung Nitrogen, Fosfor, Kalium
dan Bahan Organik yang cukup tinggi.
Peranan dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung
gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada
petani – nelayan akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari
sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani – nelayan
akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Proses penyelenggaraan
penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan
tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluh yang handal, materi
penyuluhan yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan penyuluhan yang
benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang polivalen.
Dengan demikian penyuluhan pertanian sangat penting artinya dalam memberikan
modal bagi petani dan keluargannya, sehingga memiliki kemampuan menolong dirinya
sendiri untuk mencapai tujuan dalam memperbaiki kesejahteraan hidup petani dan
keluarganya, tanpa harus merusak lingkungan di sekitarnya.
Tugas seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah meniadakan hambatan yang
dihadapi seorang petani dengan cara menyediakan informasi dan memberikan
pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Informasi tentang pengelolaan sumber
daya alam dengan teknologi yang baik dan benar sesuai dengan kondisi lahan sangat
bermanfaat bagi petani – nelayan untuk meningkatkan hasil produksinya tanpa harus
merusak lingkungan usaha taninya sehingga dapat meminimalisir degradasi lahan dan
kerusakan lingkungan pada umunya. Selamat bertugas teman-teman PPL, mari kita
bangun komunikasi partisipatif bersama Bapak dan Mama kita di Desa untuk
kesejahteraan mereka dan Bumi Flobamora tercinta, ”Siapa lagi kalau bukan kita dan
kapan lagi kalau bukan sekarang”.

Cygni Sina Centauri
13166 / B4 /Kelompok 6

SISTEM AQUAPONIK





Keberhasilan suatu usaha akuakultur sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan yang optimum untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yang dipelihara. Sementara itu, dalam suatu sistem tertutup secara kontinu ikan memproduksi limbah nutrien yang secara perlahan namun pasti mencapai level yang beracun (toksik) bagi ikan itu sendiri.

 
Menurut Colt (1991) dari 1 kg pakan dengan konsumsi oksigen 250 gram, ikan mengeluarkan 340 gram CO2 dan 30 gram amonia melalui insang, 500 gram feses padat dan 5.5 gram PO4-P. Losordo et al. (1998) telah menghitung sekitar 250-300 gram limbah berupa solid (dari feses dan residu pakan) dihasilkan oleh setiap 1 kg ikan. Menurut Zonneveld et al. (1991) setiap 1 kg pelet pakan yang dikonsumsi ikan dapat menghasilkan NH4+-N sebesar 30 gram. Limbah akuakultur dalam bentuk gas di antaranya adalah karbon dioksida (CO2) dari hasil respirasi biota akuatik dan hasil perombakan bahan organik secara aerobik maupun anaerobik oleh bakteri heterotrof.
Oleh karena itu, untuk menjaga lingkungan akuakultur agar selalu dalam kondisi optimum maka air media ikan diresirkulasi dengan melalui mekanisme filtrasi. Menurut Van Rijn et al. (2005) bahwa sistem resirkulasi untuk menghilangkan nitrat dari sistem akuakultur untuk beberapa alasan, seperti; (1) regulasi proteksi lingkungan diasosiakan dengan level nitrat yang diijinkan > 11.3 ppm (European council directive, 1998). (2) menghindari peningkatan nitrit sebagai akibat dari reduksi nitrat yang tidak sempurna (3) stabilisasi kapasitas penyangga (4) mengeliminasi karbon organik, ortofosfat dan sulfid dari air budidaya selama proses denitrifikasi.
Dalam sistem filtrasi konvensional sebenarnya tidak mengeliminasi limbah nutrien dari sistem akuakultur karena nutrien tersebut hanya tertahan sesaat di media filter yang kemudian kembali lagi ke dalam wadah akuakultur sedangkan pembuangan (discharge) limbah dari media filter akan dapat mempengaruhi lingkungan akuatik secara luas, hal ini tentu saja bertentangan dengan kebijakan proteksi lingkungan dalam good aquaculture practices untuk biosekuriti dan water scarcity. Dengan demikian, perlu dilakukan upaya eliminasi limbah nutrien ini dengan mengalihkannya ke tingkat trofik lain sehingga menjadi suatu produk yang lebih bermanfaat.
Akuaponik adalah suatu perpaduan sistem budidaya antara sub sistem hidroponik dengan sub sistem akuakultur sehingga menjadi suatu sistem produksi pangan terpadu (tanaman dan ikan). Dewasa ini, Akuaponik menjadi sebuah model produksi pangan berkelanjutan yang menekankan pada konsep aliran nutrien yang memadukan prinsip-prinsip ekologis sehingga teknologi ini lebih alami dan sangat ramah lingkungan, menghasilkan produk organik karena bebas dari kontaminasi bahan kimia (misalnya;disinfektan, pestisida, antibiotik, dll). Selain itu, akuaponik merupakan sistem akuakultur yang dikembangkan untuk lahan terbatas sehingga sangat penting untuk pengembangan akuakultur di daerah perkotaan (urban aquaculture).
Sistem akuaponik mengikuti prinsip-prinsip berikut:
·         Produk limbah dari satu sistem biologis perfungsi sebagai nutrient untuk system biologis berikutnya.
·         Perpaduan ikan dan tanaman merupakan usaha polikultur yang menghasilkan produk ganda (ikan dan sayuran).
·         Air dapat digunakan kembali karena telah melalui resirkulasi dan filtrasi secara biologis.
·         Produksi pangan lokal ini akan menyediakan akses untuk pangan sehat dan meningkatkan ekonomi lokal.
Dalam akuaponik, efluen yang kaya nutrien dari bak ikan digunakan sebagai pupuk untuk produksi tanaman hidroponik. Hal ini baik bagi ikan, karena akar tanaman menjadi media permukaan untuk tempat tumbuhnya Rhizobacteria yang akan merombak limbah nutrien dari sistem akuakultur. Nutrien ini dihasikan dari kotoran ikan, alge, dan sisa pakan yang dapat terakumulasi hingga level toksik dalam bak ikan, tetapi sebaliknya dapat berfungsi sebagai pupuk cair untuk pertumbuhan tanaman dalam hidroponik. Dengan demikian, hidroponik berfungsi sebagai biofilter untuk menyerap amonia, nitrat, nitrit, dan fosfor, jadi air yang bersih kemudian dapat dialirkan kembali ke bak ikan. Bakteri nitrifikasi yang hidup dalam media filter dan berasosiasi dengan akar tanaman memegang peran utama dalam siklus nutrient; tanpa mikroorganisme ini keseluruhan system akan berhenti berfungsi.
Akuakulturis dan petani menggunakan akuaponik karena beberapa alasan :
·         Petani melihat kotoran ikan sebagai sumber pupuk organic yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
·         Pembudidaya ikan melihat hidroponik sebagai salah satu metode biofltrasi untuk memfasilitasi akuakultur resirkulasi intensif.
·         Petani melihat akuaponik sebagai cara untuk memperkenalkan produk organik ke pasar karena hanya menggunakan pupuk dari kotoran ikan yang telah melalui proses biologis.
·         Menghasilkan dua produk sekaligus dari satu unit produksi.
·         Akuaponik dapat menghasilkan sayuran segar dan ikan sebagai sumber protein pada daerah-daerah kering dan ketersediaan lahan terbatas.
·         Akuaponik adalah model produksi pangan yang berkelanjutan dengan perpaduan tanaman dan ikan dan sikulus nutrien.
·         Selain untuk aplikasi komersial, akuaponik telah menjadi tempat pembelajaran yang populer bagi masyarakat maupun siswa-siswa kejuruan perikanan tentang biosistem terpadu.



Posting by :Faidza Rika Chandika
NIM:13394
Di akses pada 7 november 2014

Sumber: <http://www.azolla.web.id/2014/01/aquaponic-solusi-penanganan-limbah-bagi.html> diakses pada 7 november 2014